Wednesday, September 30, 2015

REVITALISASI WADUK DAN DANAU



REVITALISASI WADUK DAN DANAU
UNTUK KESEJAHTERAAN DAN KERUKUNAN
ANTARUMAT BERAGAMA

Oleh: Haidlor Ali Ahmad

Selasa, 2 Desember 2014, sekitar jam 9 pagi, Presiden Jokowi update status dalam akun facebooknya tentang kunjungannya ke Waduk Gajah Mungkur Wonogiri Jawa Tengah. Presiden prihatin dengan kondisi waduk itu dan menyarankan agar direvitalisasi, termasuk penanaman pohon di wilayah hulu. Postingan itupun saya beri komentar, bahwa saya setuju dan, menurut hemat saya, belakangan ini bukan hanya waduk-waduk saja yang mendesak untuk segera direvitalisasi, tetapi banyak juga danau-danau yang harus segera direvitalisasi.
Sebenarnya berbicara tentang revitalisasi waduk/danau merupakan pekerjaan yang sama, karena antara waduk dan danau bedanya hanya pada proses penciptaannya saja. Waduk adalah danau buatan, sedangkan danau tercipta secara alami. Sedangkan dari sisi fungsi juga tidak ada bedanya. Fungsi utama dari keduanya adalah untuk menampung air pada waktu musim hujan sehingga tidak terjadi banjir dan menyimpannya agar pada musim kemarau daerah di sepanjang aliran sungai yang mata airnya dari waduk/danau tidak kekurangan air, terutama untuk kepentingan pengairan sawah dan ladang. Selain itu, waduk/danau bisa dimafaatkan sebagai sumber air minum oleh perusahaan air minum PAM/PDAM; sebagai sumber energi pembangkit listrik tenaga air (PLTA); sebagai obyek wisata; dan perikanan air tawar.
 Agar fungsi-fungsi tersebut dapat terpenuhi, maka waduk/danau perlu dijaga debit airnya. Debit air dalam waduk/danau akan dapat terjaga dalam kondisi normal jika hutan di wilayah hulu terjaga dengan baik. Karena jika di wilayah hulu terjadi kerusakan hutan, apalagi sampai terjadi penggundulan hutan, maka pada musim hujan, debit air waduk atau danau akan melebihi daya tampung. Kondisi seperti ini sangat membahyakan terutama bagi waduk, karena bisa jebol dan menimbulkan banjir bandang yang sangat mengerikan. Akibat lainnya, di wilayah hulu akan terjadi erosi yang mengakibatkan terjadinya pendangkalan waduk/danau. Selain itu, di musim kemarau permukaan air wanduk/danau akan mengalami penurunan dan di daerah hilir akan mengalami bencana kekeringan. Para petani di daerah hilir akan mengalami kesulitan memperoleh air guna mengairi sawah/ladang dan empang tempat budidaya ikan.
Kondisi demikian juga akan berdampak buruk bagi PLTA. Kekurangan air berarti akan mengurangi tenaga pemutar turbin yang berdampak pada penurunan kapasitas daya dan distribusi listrik akan mengalami gangguan. Akhirnya, terjadi pemadaman listrik secara bergantian. PAM/PDAM juga akan mengalami gangguan. Karena sumber airnya berkurang, maka distribusi airnya ikut berkurang dan kualitas airnya pun jadi menurun. Sebagai obyek wisata akan menjadi kurang menarik. Pada waktu musim hujan sangat berbahaya karena ancaman banjir bandang, seperti yang pernah terjadi di obyek wisata lereng Gunung Arjuna di Mojokerto. Sementara pada musim kemarau hutan yang gundul dan permukaan air yang menurun tentu bukan merupakan pemandangan yang indah. 
Oleh karenanya, revitalisasi waduk/danau dengan penanaman pohon atau reboisasi di wilayah hulu akan dapat menormalisasi kondisi waduk atau danau dan sekaligus menormalisasi semua fungsi-fungsinya. Tentu tidak cukup melakukan revitalisasi dengan reboisasi di wilayah hulu. Karena masih banyak hal-hal yang merusak fungsi waduk/danau yang belum mendapat perhatian, antara lain keberadaan keramba para cukong dari kota (bukan milik petani ikan) yang semakin hari semakin bertambah banyak.
Pemerintah setempat kelihatan abai terhadap keberadaan keramba ini. Padahal keberadaan keramba-keramba di waduk/danau sangat mengganggu atau sebagai bentuk usaha yang tidak ramah lingkungan, bahkan sangat membahayakan. Pertama, keberadaan keramba di waduk/danau sangat mengganggu pemandangan bagi waduk/danau sebagai obyek wisata. Dengan keberadaan keramba-keramba, aktivitas wisata akan mengalami kesulitan untuk dikembangkan. Misalnya jika pariwisata itu akan dikembangkan untuk kegiatan olah raga air, seperti renang, dayung, ski air, kano, atau sekedar mainan speda air dan naik perahu keliling danau akan menghadapi kesulitan. Padahal semakin banyak kegiatan pariwisata yang disediakan atau ditawarkan maka semakin tinggi pula daya jual suatu obyek wisata. Jika obyek wisata semakin ramai maka pemerintah setempat akan memperoleh banyak keuntungan, antara lain: dengan semakin ramainya kunjungan wisata maka akan dibutuhkan tempat penginapan (hotel), restoran, bisnis souvenir, sarana transportasi, biro jasa perjalanan dan bisnis-bisnis jasa lainnya. Dengan semakin banyaknya bentuk-bentuk usaha yang bermunculan, maka akan banyak tenaga kerja yang dibutuhkan. Dampak positifnya akan terjadi pengurangan jumlah pengangguran dan dengan semakin banyaknya bentuk usaha maka semakin banyak juga penerimaan pajak yang diterima pemerintah setempat.
Kedua, dampak dari budaya ikan di waduk/danau dengan keramba sangat berbahaya, karena sisa makanan ikan yang mengendap di dasar waduk/danau akan membusuk dan menjadi racun. Jika keberadaan keramba ini dibiarkan, berarti setiap hari terjadi pembibitan racun secara terus menerus. Akumulasi racun itu akan menjadi racun abadi yang tersimpan bersama lumpur di dasar waduk/danau. Racun ini akan merusak ekosistem dan mebunuh ikan dan biota-biota lain yang ada di dalam waduk/danau dan di sepanjang aliran sungai yang mata airnya dari waduk/danau tersebut. Yang memprihatinkan jika racun itu sampai memunahkan ikan endemik yang hidup di waduk/danau tertentu. Misalnya ikan bilih yang terkenal sangat lezat dan gurih rasanya, yang merupakan ikan endemik Danau Singkarak di Provinsi Sumatera Barat, kalau sampai punah gara-gara racun dari keramba tentu sangat mengenaskan. Karena tidak ada ikan bilih di tempat lain. Hal ini sangat mungkin akan terjadi, karena beberapa tahun yang lalu banyak ikan mati di Danau Maninjau di provinsi yang sama, karena terjadi fenomena alam gelombang arus bawah yang membawa racun yang tertimbun lumpur di danau itu. Fenomena semacam itu pernah terjadi juga di Waduk Jatiluhur Jawa Barat, bahkan sudah terjadi dua kali.
Oleh karenanya, pemerintah daerah yang di wilayahnya terdapat waduk atau danau tidak boleh abai terhadap keberadaan keramba-keramba seperti itu. Waduk/danau sangat mendesak untuk segera disterilkan dari keramba-keramba ikan. Dinas-dinas perikanan hendaknya belajar kepada petani ikan di Vietnam yang berhasil membudidayakan ikan dori (patin) dan menguasasi pasar ikan patin dunia. Padahal ikan patin yang dibudidayakan di Vietnam itu berasal dari Indonesia. Mereka membudayakan patin bukan di waduk/danau tapi di empang-empang sepanjang aliran sungai. Sehingga sisa-sisa makanan ikan tidak mencemari waduk/danau sebagai sumber air bersih yang dibutuhkan bukan hanya untuk manusia tetapi juga makhluk hidup lainnya yang berada di lembah sepanjang aliran sungai di bawah waduk/danau.
Sebagai contoh danau yang perlu direvitalisasi adalah Danau Maninjau yang berada di ujung bawah Kelok Ampik Puluh Ampik yang cukup terkenal. Saya sangat tertarik dengan keindahan alam danau ini. Selain keindahan alamnya, ada yang spesifik di danau ini, yaitu keberadaan pohon kelapa yang tumbuh di tepi danau. Bukan sekedar karena pohon kelapa yang tumbuh melengkung ke tengah danau tapi keberadaan pohon kelapa itu sendiri sangat spesifik. Karena pohon kelapa tidak bisa tumbuh dengan baik di daerah pegunungan dimana biasanya danau tercipta. Keindahan alam dan spesifikasi yang dimiliki serta lokasi danau yang di ujung Kelok Ampik Puluh Ampik yang juga merupakan salah satu jalur dari Kota Padang menuju Kota Bukit Tinggi seharusnya danau ini memiliki nilai jual yang tinggi. Tapi faktanya tidak demikian. Keindahan alam danau ini dirusak oleh keberadaan keramba-keramba ikan dan tebing-tebing sekeliling danau tampak kusut masai ditumbuhi rumput-rumput liar dan sepanjang tepian danau berjejer rumah penduduk yang semrawut. 
            Pada tahun 2014 ada dua danau yang saya kunjungi, yaitu Danau Wae Kuri (danau asin) di Kabupaten Sumba Barat Daya (SBD), Nusa Tenggara Timur dan Telaga Ngebel di Ponorogo, Jawa Timur, dan pada tahun 2015 saya mengunjungi Danau Mas Harum Bastari di Rejang Lebong Bengkulu yang kondisinya tidak seindah dan seharum namanya. Danau Wae Kuri cukup indah tidak ada kerusakan di sekitar danau, airnya yang asin cukup menarik untuk dipromosikan. Sehingga membuat orang yang datang ke SBD penasaran untuk mengunjunginya. Tapi sayangnya jalan menuju danau asin itu tidak ada rambu-rambu penunjuk jalan, dan jalannya sebagian belum diaspal dan sangat gersang. Oleh karena itu, dalam makalah saya yang saya sampaikan dalam semiloka di Hotel Sinar Tambolaka SBD Tanggal 16-18 September 2014 bersama aparat Kantor Kementerian Agama Kabupaten SBD, para pemuka lintas agama, pemuka masyarakat dan adat, saya sarankan agar dilakukan gotong royong antarumat beragama untuk penghijauan jalan-jalan menuju obyek-obyek wisata, antara lain jalan menuju Danau Asin Wae Kuri. Kegiatan semacam ini dapat dijadikan sebagai modal sosial bridging atau modal sosial yang menjembatani atar penganut agama yang berbeda untuk memelihara kerukunan di antara mereka. Bahkan kegiatan ini bukan sekedar menciptakan ‘kerukunan pasif’ tetapi merupakan ‘kerukunan aktif’, yaitu wujud kerukunan yang tinggi tingkatannya. Karena hubungan antarumat beragama tidak sekedar rukun, tetapi mereka dapat melakukan kerjasama. Lebih dari itu, jika gotong royong pengijauan itu berhasil – jalan menuju Danau Asin Wae Kuri menjadi hijau dan indah dan danau itu banyak dikunjungi wisatawan – berarti mereka telah berhasil pula membangun memori kolektif yang indah.
Banyak waduk dan danau di negeri ini yang dapat direvitalisasi dengan cara gotong goyong antarumat beragama, dengan melibatkan tokoh-tokoh maupun pemuda lintas agama, dan jika kegitan itu berhasil, misalnya dapat mempercantik obyek wisata dan meningkatkan daya jual atau jumlah kunjungan wisatawan. Keberhasilan itu di satu sisi, akan dapat meningkatkan income daerah dan membuka lapangan kerja bagi masyarakat; Di sisi lain akan meciptakan kerukunan aktif, berupa kerja sama antarumat beragama dan wujud fisik keberhasilannya merupakan memori kolektif yang indah.***
Readmore - REVITALISASI WADUK DAN DANAU