Wednesday, September 15, 2010

Mengapa bukan subsidi beras ?


MENGAPA BUKAN SUBSIDI BERAS?
Oleh: Haidlor Ali Ahmad

Rasanya sudah bosan, setiap terjadi kenaikan harga minyak dunia, di negeri ini terjadi gonjang-ganjing. Karena pemerintah merasa beban subsidi BBM semakin berat, sehingga ada upaya pengurangan subsidi, dan muncullah kebijakan (yang tidak popular) menaikan harga BBM dalam negeri. Akibatnya, timbul reaksi berupa demo menolak kenaikan harga BBM. Sampai kapan kita selalu disibukan dengan tarik menarik masalah subsidi BBM. Menurut hemat saya, sepanjang pemerintah masih mempertahankan subsidi BBM, selama itu pula, kita harus siap-siap digoncang kenaikan harga minyak dunia, yang berbuntut pada pengurangan subsidi/kenaikan harga BBM dalam negeri, demo dan demo lagi.

Plus, Minus Subsidi BBM
          Subsidi BBM sebenarnya sudah sejak lama, bahkan sejah era orde baru, sudah dikritisi sebagai subsidi yang controversial dan tidak adil. Karena subsidi BBM lebih banyak dinikmati oleh kalangan orang-orang kaya. Semakin banyak seseorang memiliki mobil, berarti semakin banyak pula mereka menerima subsidi. Sebaliknya semakin miskin seseorang, apalagi orang yang tidak menggunakan kompor minyak untuk memasak, dan hanya menggunakan pelita untuk penerangan rumahnya, maka sangat kecil pula ia menikmati subsidi BBM. Namun demikian, ketika subsidi BBM ini di kurangi (harga BBM dalam negeri dinaikan) maka dampaknya akan dirasakan oleh kalangan masyarakat miskin. Karena harga barang kebutuhan hidup sehari-hari akan ikut merayap naik paska kenaikan harga BBM, demikian pula tarif jasa angkutan.
          Oleh karena itu, kenaikan harga BBM dalam negeri selalu dipolitisir, untuk menggoncang rezim yang sedang berkuasa, dengan dalih “membela kepentingan rakyat kecil”. Meskipun pemerintah sudah menjelaskan, kurang lebih, bahwa subsidi BBM, sebagai bentuk subsidi barang yang banyak dinikmati kalangan menengah ke atas, sehingga perlu diganti dengan subsidi orang. Yaitu subsidi yang diberikan kepada orang miskin yang memang membutuhkan bantuan, berupa bantuan langsung tunai (BLT). Namun penjelasan tinggal penjelasan, demo menolak kenaikan harga BBM terus berlangsung, dengan mengatas namakan “kepentingan rakyat kecil” mengguncang pemerintah.

Plus, Minus BLT
Di satu sisi, BLT memiliki kelebihan atau keunggulan dibandingkan subsidi BBM, karena BLT merupakan subsidi yang diberikan kepada orang miskin yang membutuhkan batuan. Tapi di sisi lain, BLT banyak menuai kritik dan dianggap kurang mendidik dan tidak mendorong orang miskin semakin bergairah  untuk bekerja. Dengan BLT justeru pemerintah telah menjadikan orang miskin semakin tergantung dan menadahkan tangannya. Bahkan belakangan BLT dikritik sebagai budaya sawer, si pemberi (pemerintah) ingin menunjukkan diri sebagai sosok pemurah, atau sosok yang suka member. Alih-alih money-politic pakai uang negara.
Oleh karena itu saya menyarankan agar BLT diganti dengan subsidi beras. Tapi yang saya maksudkan subsidi beras ini bukan subsidi beras untuk orang miskin (raskin), karena raskin sama saja dengan BLT tidak mendidik dan tidak menumbuhkan semangat kerja. Di samping itu dua-duanya juga rawan  penyelewengan, tidak sampai kepada sasaran. Kalaupun tidak ada penyelewengan, untuk sampai kepada sasaran yang tepat, dua-duanya sangat  tergantung pada data orang miskin yang ada di desa/kelurahan. Sementara data orang miskin di desa/kelurahan banyak yang kurang valid, dan kriterianya tidak jelas. Sehingga banyak terjadi orang yang benar-benar miskin tidak dapat BLT/raskin, sedangkan orang yang sebenarnya tidak layak menerima malah dapat.

Subsidi Beras
          Subsidi beras yang saya maksudkan di sini sebagaimana subsidi beras yang dilakukan oleh pemerintah Jepang, yang dilakukan dengan cara beras dari petani dibeli oleh pemerintah dengan “harga tinggi” (yang menguntungkan petani), kemudian dijual kepada rakyat dengan harga yang lebih rendah dari harga pembeliannya dari petani.
          Dibandingkan dengan subsidi lainnya, subsidi beras seperti ini banyak memiliki keunggulan, pertama subsidi beras merupakan subsidi yang paling adil. Semua rakyat yang makan nasi mendapat subsidi yang relatif sama, karena kekuatan makan antar individu tidak jauh berbeda; Kedua, dengan harga pembelian padi yang ditetapkan pemerintah di atas harga produksi dan Bulog menjadi satu-satunya pembeli padi dari petani. Nasib petani tidak lagi di tangan para tengkulak/pedagang produk pertanian. Sebagaimana yang selama ini sering terjadi, para tengkulak/pedagang selalu mempermainkan harga produk pertanian. Jika musim panen tiba harga padi menurun, sebaliknya jika musim paceklik (ketika petani sudah jarang yang memiliki simpanan padi)  harga padi membumbung tinggi. Dengan subsidi beras ini, fluktuasi harga semacam itu tidak akan terjadi lagi. Sehingga hal ini menjadikan para petani pasti untung, kecuali jika terjadi pencana alam.
Ketiga, kebijakan subsidi beras yang sedemikian rupa dapat menggairahkan para petani untuk menanam padi. Dengan demikian program swasembada beras akan menjadi suatu keniscayaan;  Keempat, selama ini ekonomi kerakyatan sering digembar-gemborkan para calon pemimpin dan tokoh-tokoh politik tapi tak kunjung diwujudkan. Bersamaan dengan implementasi subsidi beras, berarti pemerintah telah mewujudkan ekonomi kerakyatan. Dengan terwujudnya ekonomi kerakyatan maka ketahanan ekonomi bangsa pun akan semakin kokoh;  Kelima, jika petani semakin bergairah, maka kehidupan ekonomi di pedesaan akan semakin bergairah pula. Pemuda-pemuda desa pun dalam mengais rejeki tidak perlu keluar kampung, karena rejeki kampungan pun tidak kalah daya tariknya dibandingkan dengan rejeki kotaan.  Dengan demikian pemerintah pusat dan pemerintah kota tidak perlu pusing-pusing lagi memikirkan pencegahan urbanisasi.

Bagaimana Mengalihkan Subsidi BBM ke Subsidi Beras
          Kalau bangsa ini ingin hidup tenang, tidak selalu digoncang dengan kenaikan harga minyak dunia dan segala akibatnya, mau gak mau pemerintah harus memiliki tekad yang kuat untuk mencabut sama sekali subsidi BBM dan menyerahkan harga BBM kepada pasar. Berat memang menyapih kalangan pengusaha dan orang-orang kaya (konglomerat) yang manja ini lepas dari botol susu BBM. Karena sikap para klomerat di negeri ini terhadap pemerintah sudah seperti Yahudi yang selalu menggelendoti pemerintah AS. Setiap muncul kebijakan pengurangan subsidi/menaikan harga BBM mereka selalu mempolitisasi menggerakkan para demonstran dan konyolnya lagi selalu mengatasnamakan orang miskin yang semakin menderita karena kenaikan harga BBM.
          Memang jika pengurangan subsidi/menaikkan harga BBM akan terasa berat jika tidak ada kompensasi. Sayangnya kompensasi yang pernah diberikan pemerintah berupa BLT, bukan subsidi beras. Jika kompensasi yang diberikan pemerintah berupa subsidi beras dengan mekanisme sebagaimana sudah saya uraikan di atas, maka dampaknya akan sangat berbeda. Karena subsidi beras dapat memperkokoh basik ekonomi kerakyatan dan ketahanan pangan. Sehingga pengurangan subsidi BBM yang dilakukan setahap demi setahap dan akhirnya dihapus sama sekali, hampir pasti tidak akan menimbulkan reaksi sebagaimana yang pernah terjadi. Karena sebenarnya yang paling sering menimbulkan reaksi bagi umumnya rakyat kebanyakan adalah masalah perut. Maka jika perut mereka kenyang hampir pasti mereka tidak mudah dikompori oleh kalangan konglomerat yang manja yang kehilangan botol susu BBM-nya.***

5 comments:

  1. Asww. Memang subsidi beras seperti konsep yang bpk kemukakan lebih adil dan merata. Mudah2an opini yang bpk sampaikan ini bisa membuka hati para pembuat kebijakan. Amin.

    ReplyDelete
  2. okey saya sependapat, dengan alasan:
    1. susbsidi bbm memang hanya memanjakan orang2 tajir
    2. blt menjadikan orang kismin jadi terbiasa mengharap pemberian
    3. subsidi beras, mudah2 an membangkitkan semangat para petadi untuk berproduksi
    mudah2an bgs ini bisa swasemda beras. gitu lhoh!

    ReplyDelete
  3. okey, memang petani kita sejak dulu hanya sebagai tumbal pembangunan. sudah saatnya mereka bisa ikut menikmati lezatnya kue pembangunan.

    ReplyDelete
  4. Tks kepada semua yg tlh kasi komen.

    ReplyDelete
  5. Pada tanggal 1-12 Nov 2016 saya mendapat kesempatan berkunjung ke India. Apa yang saya tulis di atas ternyata diterapkan di India. Di India harga BBM jika dirupiahkan sekitar Rp 14.000,- sebaliknya harga bahan pangan di sana sangat murah. Misal harga 1kg buah apel+1 sisir pisang kalau dirupiahkan cuma Rp 8000,- di Indonesia harga buah tersebut Rp 50.000,- Itulah yang membuat rakyat India bisa hidup tenang, sehingga ketika Modi mengeluarkan kebijakan menarik uang pecahan Rupee 1000 dan 500-an, tanggal 8 Nov 2016, meski proses penukarannya cukup ribet, tapi rakyat India tidak banyak yang protes. Karena sepanjang perus masih bisa kenyang, tidurpun bisa nyenyak.

    ReplyDelete

thanks for join!