Saturday, October 9, 2010

BELAJAR KEPADA MALAYSIA

BELAJAR KEPADA MALAYSIA
Oleh: Haidlor Ali Ahmad
Uniknya Hubungan Indonesia-Malaysia
Hubungan Indonesia-Malaysia cukup unik, mengalami pasang surut, dari hubungan yang harmonis, saling tolong menolong hingga hubungan yang konfrontatif. Pertama hubungan bangsa serumpun, karena kedua bangsa ini sama-sama rumpun Melayu. Hubungan antara dua bangsa ini sering disebut sebagai saudara serumpun; Kedua, sebagai tetangga, sehingga bangsa Indonesia menyebut bangsa Malaysia dengan sebutan Jiran (tetangga); Ketiga, sebagai musuh, ketika bangsa Indonesia sedang konfrontasi dengan Malaysia; Keempat, hubungan antara guru-murid. Pada masa konfrontasi sudah banyak cerdik cendekiawan dari Indonesia yang mengajar di negeri semenanjung itu, apalagi setelah rujuk dan tidak konfrontasi lagi, banyak mahisiswa Malaysia yang belajar di Indonesia; Kelima, kembali menjadi sahabat, hubungan dua bangsa ini bertambah semakin akrab. Antara dua bangsa serumpun ini saling tolong-menolong. Sesama rumpun Melayu, bangsa Indonesia ikut prihatin terhadap ketertinggalan saudaranya di negeri semenanjung itu dibandingkan dengan etnis-etnis lain. Oleh karena itu, bangsa Indonesia begitu bersemangat membantu saudaranya untuk memenangkan Pemilu, sehingga dikirimlah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke sana secara besar-besaran.
Keenam, dalam hubungan tolong-menolong terjadi hubungan symbiotic (saling menguntungkan). Di satu sisi, etnis Melayu di sana dapat memenangkan pemilu, sehingga partai orang Melayu menjadi partai penguasa. Selain itu perkebunan di negeri semenanjung itu berkembang dengan pesat; Di sisi lain, pemerintah Indonesia yang menghadapi masalah pengangguran mendapatkan solusi pasar kerja ke sana; Ketujuh, rupa-rupanya hubungan yang saling menguntungkan itu tidak berjalan seimbang. Hal ini tentu saja dapat dijelaskan dengan gampang. Karena, berapa banyak keuntungan yang peroleh Indonesia dengan mengirimkan tenaga un-skill, dibandingkan dengan Malaysia yang memperoleh keuntungan dari para majikan alias cukong-cukong pemilik perkebunan. Maka, bangsa Malaysia semakin kaya raya, sedangkan bangsa kita berjalan di tempat (kalau tidak boleh dikatakan semakin tambah miskin). Akibatnya, hubungan antara Indonesia-Malaysia kembali kurang harmonis. Sebagai majikan, bangsa Malaysia pun menjadi angkuh, mereka menyebut TKI dengan sebutan “Indon” yang merupakan sebutan inferiority (merendahkan); Kedelapan, setelah menjadi semakin kaya, orang-orang Melayu di semenanjung itu pun lupa bahwa mereka sukses melalui kemenangan dalam pemilu dari dukungan suara para imigran TKI. Mereka juga lupa bahwa dulunya sebagai murid, mereka banyak belajar dari Indonesia. Sehingga, murid yang songong (tidak tahu sopan santun) ini makin hari makin ngelonjak (tidak tahu diuntung). Banyak TKI yang disiksa, dilecehkan, diperkosa, bahkan dihilangkan nyawanya. Bukan itu saja, berbagai warisan seni-budaya bangsa Indonesia mereka klaim sebagai seni-budaya mereka. Belum puas dengan itu, mereka rebut Pulau Sipadan dan Ligitan, serta memancing-mancing persoalan di Blok Ambalat.
Belakangan hubungan Indonesia-Malaysia semakin kurang baik, bahkan kedaulatan NKRI pun dilecehkan, yakni penculikan dan perlakuan yang kurang bersahabat yang dilakukan polisi diraja Malaysia terhadap petugas patroli laut Indonesia. Akibatnya, berbagai komponen bangsa ini berang dengan melakukan demo, bahkan ada yang siap menjadi sukarelawan untuk mengganyang Malaysia. Tapi pemerintah Indonesia terlihat gamang, tidak tahu apa yang harus dilakukan.
Kegamangan pemerintah ini dapat dimaklumi, karena dalam hal ini pemerintah Indonesia dihadapkan pada suatu dilema, menuruti kemarahan rakyat salah, tidak menuruti juga salah, karena posisinya memang serba salah. Pertama, untuk berperang pemerintah Indonesia memang belum siap. Antara lain karena alutsista yang kurang memadahi. Ketika BJ Habibie jadi presiden sangat kaget melihat kondisi alutsista yang ada, baik ditinjau dari kuantitas maupun kualitasnya. Ketidaklayakan alutsista itu semakin menampakkan jati diri ketika kecelakan pesawat militer terjadi berulang-ulang kali; Kedua, bagaimana pun juga Malaysia adalah majikan dari ratusan ribu TKI kita. Jika sampai terjadi konflik terbuka, mau dikemanakan TKI kita? Jika mereka dieksodus dari Malaysia, mereka hanya akan menambah jumlah pengangguran dan kemiskinan di Indonesia; Ketiga, Malaysia termasuk anggota negara-negara Persemakmuran, sudah pasti banyak teman dan pembelanya. Sementara negara kita sebagai negara bebas aktif, sehingga belum ketahuan negara mana yang akan bersimpati.
Oleh karena itu, untuk sementara hendaknya kita bisa melupakan pelecehan yang telah dilakukan bangsa lain itu. Sebaliknya, hendaknya bangsa ini bisa bersikap lebih arif, sehingga bisa mawas diri, dan berbenah diri. Dalam hal ini ada kearifan lokal yang dimilki rakyat negeri ini “musuh adalah guru yang bijaksana”. Sehingga bangsa ini tidak keberatan belajar kepada Malaysia, agar bangsa ini bisa kembali lebih jaya dibandingakan –minimal– dengan tetangga.
Bangsa Indonesia bisa belajar kepada Malaysia dalam banyak hal, antara lain:
1. Tentang pemberdayaan rakyat, dalam hal ini Malaysia termasuk Negara yang berhasil dalam pemberdayaan rakyat dan ini merupakan kunci keberhasilan Malaysia. Dalam upaya pemberdayaan rakyat ini Malaysia melakukannya melalui (a) Jalur pendidikan. Oleh karena itu mereka menjadi murid dari siapapun termasuk murid dari bangsa Indonesia. Memang mujur bagi negeri di semenanjung ini, ketika datang seorang konsultan pendidikan ke Indonesia dan menghadap kepada presiden (pada waktu itu). Tapi apa jawaban presiden kurang lebih “Maaf, kami sedang konsentrasi pada pembangunan ekonomi, untuk mengejar ketertinggalan bangsa kami dari bangsa-bangsa lain”. Maka konsultan pendidikan tersebut menghadap perdana menteri negara tetangga yang doktor itu, tanpa babibu, diterimalah konsultan tersebut. Dengan kerja serius konsultan dan adanya gayung bersambut dari perdana menteri dan seluruh rakyatnya, bak main sulap, sim salabim, sang murid pun dalam sekejap sudah lebih pintar dari gurunya; (b) melalui penghargaan terhadap rakyat yang diwujudkan dengan pemberian gaji (remunerasi) baik kepada pegawai negeri maupun buruh yang lebih dari cukup meliputi seluruh aspek kehidupan, yakni kebutuhan sandang, pangan, papan, pendidikan, sosial, kesehatan, dan rekreasi. Dengan gaji yang lebih dari cukup, ekonomi kerakyatan Malaysia dapat tumbuh dan berkembang dengan pesat. Sehingga rakyat Malaysia tumbuh menjadi kuat dengan semakin banyaknya kelas menengah. Sekarang ini pertumbuhan ekonomi kelas menengah Malaysia sudah go international. Seorang tokoh pimpinan ormas dari Sumatera Utara mengatakan kepada penulis beberapa tahun yang lalu, bahwa ada sekitar 28 juta hektar perkebunan di Sumatera Utara sudah dibeli oleh cukong-cukong dari negeri Jiran.
2. Tentang investasi. Investasi rupa-rupanya sudah menjadi tradisi di negeri Jiran, karena pegawai negeri dan buruh memiliki gaji lebih dari cukup, dan sisanya biasa ditabung (saving) yang selanjutnya diinvestasikan. Rupa-rupanya tradisi investasi itu bukan tradisi kecil-kecilan, sehingga dana haji di sana juga diinvestasikan di perkebunan di Kalimantan Barat (informasi dari seorang pimpinan ormas di Kalimantan Barat). Dengan investasi tersebut di masa mendatang biaya haji di sana sudah pasti akan semakin murah tapi pelayanannya semakin prima, dengan hotel yang mewah dan dekat dengan Masjid Al-Haram. Dalam hal ini hendaknya pemerintah Indonesia cq kementerian terkait dapat belajar dari Malaysia, Dana Abadi Umat (DAU) yang kita miliki jangan disimpan di bawah bantal saja. Tapi hendaknya bisa diinvestasikan seperti dana haji di negeri Jiran. Kenapa mereka bisa, kita tidak? Makanya gak usah malu-malu, mari kita belajar kepada murid kita yang sekarang sudah lebih pandai!!!***

No comments:

Post a Comment

thanks for join!