Saturday, October 9, 2010

APAKAH ANDA BAYANGAN DARI WIBISANA ATAU KUMBAKARNA

APAKAH ANDA BAYANGAN DARI WIBISANA ATAU KUMBAKARNA
Oleh: Haidlor Ali Ahmad

Berdasarkan etimologi, kata wayang berasal dari kata ayang-ayang (bayang-bayang). Wayang merupakan suatu pertunjukan drama boneka bayangan dari karakter dan perilaku manusia di dunia. Meski pada perkembangan selanjutanya ada pagelaran wayang yang diperagakan oleh manusia, yakni wayang orang (wayang wong). Namun pada dasarnya “cerita” (lakon) dan tokoh dalam pewayangan tetap merupakan cerminan (sanepan) dari karakter manusia dan perjalanan hidup atau lakon–nya. Sebagai ilustrasi, laki-laki yang secara fisik gagah perkasa dan memiliki karakter pemberani, mempunyai tekad yang kuat, tidak mau kompromi terhadap tindak kejahatan, berperilaku dan bertutur kata sedikit agak kasar tapi baik, orang yang seperti itu dianggap sebagai wewayangane (bayangan dari) Bima. Laki-laki yang berwajah ganteng dan digandrungi banyak wanita dianggap sebagai bayangan Arjuna. Sedangkan perempuan yang lincah, gesit, pemberani dan suaranya lantang dianggap sebagai bayangan dari Srikandi.
Selain tokoh-tokoh dari cerita Mahabarata ada dua tokoh dari cerita Ramayana yang menarik untuk dijadikan cerminan apalagi jika dikaitkan dengan kontek tema besar tulisan ini “Membangun Bangsa yang Besar”. Karena dua tokoh ini sangat cocok sebagai cerminan bagi para pemimpin atau para pejabat. Dua tokoh dimaksud adalah Bambang Wibisana dan Kumbakarna.
Bambang Wibisana adalah satu-satunya dari empat bersaudara kakak beradik dari keluarga Rahwana (Dasamuka) yang tidak berwujud diyu (raksasa). Ia seorang satria pembela kebenaran. Meskipun tubuhnya kecil, ia pemberani dan bersikap tanpa kompromi terhadap tindak kejahatan. Oleh karena itu, ketika Rahwana (sang kakak) menculik Dewi Sinta, dalam suatu rapat keluarga kerajaan, ia langsung memrotesnya dan menyarankan agar Sinta dikembalikan kepada suaminya, Rama Wijaya. Tentu saja Rahwana sangat murka, tapi Wibisana tetap bersikeras menyarankan agar Sinta dikembalikan untuk menghindari terjadinya peperangan. Sebagai raja yang sakti, memiliki aji pancasona, Rahwana semakin marah menjadi-jadi dan mengusir Wibisana. Rahwana menganggap Wibisana sebagai orang yang takut perang, sehingga disarankan agar bergabung bersama balatentara Rama.
Sebaliknya, sosok Kumbakarna adalah seorang raksasa yang bertubuh sangat besar. Ia pun ikut menyarankan agar Sinta dikembalikan. Tapi ketika sang kakak sangat murka ia hanya menunduk, tidak berani menatap mata kakaknya. Seusai pertemuan keluarga kerajaan itu, ia menyatakan mengundurkan diri dari urusan kerajaan dan melakukan tapa tidur. Ritual tapa tidur yang dilakukan Kumbakarna ini berakhir ketika bala tentara Rama yang berupa pasukan kera datang menyerbu kerajaan Alengka. Untuk membangunkan Kumbakarna tidaklah gampang, berbagai bunyi-bunyian di tabuh, terompet ditiup di depan lubang telingnya, tapi ia tidak juga mau bangun. Ia baru bangun ketika bulu yang ada di jempol kakinya dicabut.
Setelah bangun kemudian ia minta disiapkan hidangan makanan yang enak-enak dan sangat banyak. Setelah kenyang barulah ia maju ke medan perang. Di medan perang Kumbakarna dikeroyok oleh ratusan kera yang dipimpin oleh kera sakti, Hanoman. Akhirnya Kumbakarna gugur setelah hidungnya digigit oleh Hanoman hingga putus dan seluruh tubuhnya tercabik-cabik oleh gigitan ratusan ekor kera. Kumbakarna terbunuh secara mengenaskan yang merupakan karma dari perbuatan ayahnya, Resi Wisrawa yang pernah membunuh lawannya dengan cara aniaya. Apakah Kumbakarna gugur sebagai pahlawan? Apakah dia seorang patriot sejati? Ternyata setelah jasadnya dikremasi, dia tidak bisa moksa, arwahnya tidak diterima oleh para dewa di kahyangan. Agar bisa moksa ia harus menyatukan diri dengan Bima.
Kenapa Kumbakarna yang gugur di medan perang tidak bisa menjadi pahlawan dan arwahnya tidak bisa diterima oleh para dewa? Untuk itu, kita perlu mengetahui filosofi di balik sosok raksasa Kumbakarna. Pertama, ketika Wibisana diusir dari istana, Kumbakarna menjadi kecut nyalinya. Ia membayangkan bagaimana jika dirinya juga diusir. Sebagai orang yang doyan makan, ia merasa takut kapiran (keblangsak) tidak memperoleh jatah makan dari istana. Kumbakarna dalam bahasa agama (Islam) dapat dikategorikan sebagai orang yang “hubud dunya wa karahiyatul maut” (cinta dunia dan takut mati). Dalam diri Kumbakarna, kecil sekali hasratnya untuk membela kebenaran. Ketika menghadapi tantangan, ia pun mengurungkan niatnya membela kebenaran dan memilih untuk mencari selamat. Nafsunya terhadap dunia cenderung berlebihan, sehingga ia lebih memilih cari selamat dan masa bodoh terhadap urusan orang lain.
Kedua, perbuatan bertapa tidur menunjukkan bahwa ia dalam mencari selamat memilih menutup mata dan telinga, tidak mau peduli terhadap kejahatan dan penderitaan rakyat. Karena kecintaannya yang berlebihan terhadap kenikmatan duniawi, mengakibatkan ia menjadi demikian dungu. Kedunguan itu tercermin dari betapa sulitnya membangunkan Kumbakarna dari tapa tidur. Ketiga, sebelum maju perang Kumbakarna minta disediakan makanan yang lezat-lezat dengan jumlah yang banyak. Ini menunjukkan pamrih (interes) pribadi yang tinggi di balik dari apa yang akan dikerjakan. Keempat, perang yang dilakoninya di pihak yang salah, meski ia katakan bahwa ia berperang bukan karena membela Rahwana tapi membela negara. Kelima, benarkah Kumbakarna berperang untuk membela Negara? Padahal negara itu terbentuk dari tiga unsur, yakni rakyat, wilayah (territory) dan pemerintah. Sedangkan Kumbakarna bersikap dungu (menutup mata dan telinga) terhadap nasib rakyat.
Sosok raksasa yang besar mencerminkan bahwa orang (pejabat) yang memiliki karakter dungu seperti Kumbakarna ini jumlahnya banyak sekali. Sebaliknya sosok satria pahlawan pembela kebenaran sejati meski dieksodos tetap tegar melawan kebatilan. Sayangnya pahlawan pembela kebenaran, yang peduli terhadap nasib orang lain, terutama nasib rakyat ini bertubuh kecil. Fisik yang kecil ini bisa dimaknai, bahwa orang yang berjiwa seperti Wibisana ini jumlahnya hanya sedikit.
Selanjutnya marilah kita mawas diri, apakah kita ini bayangan dari Bambang Wibisana yang berani mengatakan yang benar meskipun pahit (kulil haq walau kana murran). Atau kita ini termasuk orang yang sok membela negara, padahal sebenarnya hanya mencari keselamatan diri sendiri dan tidak peduli dengan kedzaliman yang terjadi di depan mata. Atau hanya sebagai pahlawan kesiangan seperti Kumbakarna, orang lain sudah berperang ia baru bangun tidur.***

No comments:

Post a Comment

thanks for join!